Selasa, 29 Desember 2015

Bunyi Supra Segmental



Bunyi suprasegmental ialah bunyi-bunyi yang menyertai bunyi segmental, seperti juga bunyi segmental. Bunyi-bunyi suprasegmental dapat diklasifikasikan menurut ciri-cirinya waktu diucapkan. Ciri-ciri bunyi suprasegmental waktu diucapkan itu disebut ciri-ciri prosodi (prosodic festures) ( Bloch & George, 1942:34; Samsuri, 1970:6-7) dan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1)      Panjang atau Kuantitas
Panjang menyangkut lamanya bunyi diucapkan. Suatu bunyi segmental yang waktu diucapkan alat-alat ucap dipertahankan cukup lama, pastilah disertai bunyi suprasegmental dengan ciri prosodi yang panjang. Jika alat ucap dalam membentuk bunyi segmental itu tidak dipertahankan cukup lama hanya sebentar, maka bunyi suprasegmental penyertanya ialah dengan ciri prodi pendek.
Adapun tanda untuk panjang ialah dengan [….:] (tanda titik dua di sebelah kanan bunyi segmental) , tanda untuk panjang itu disebut mora, seperti yang lazim dipakai dalam bahasa jepang (Samsuri, 1978:122).
2)      Nada (Picth)
Sebagai unsur suprasegmental, nada membicarakan tinggi rendahnya bunyi ujaran. Nada ini lebih erat hubungannya dengan tekanan daripada dengan kuantitas. Tanda fonetis untuk menyatakan nada lazimnya berupa angka 1-4. Angka tersebut diletakkan di atas bunyi segmental.
      Dalam sebuah mikrosegmen (kata), tinggi nada biasanya dibedakan ke dalam tinggi nada awal, puncak tinggi nada, dan tinggi nada akhir. Tinggi nada awal mengacu kepada tinggi nada yang terjadi pada awal sebuah kata. Puncak tinggi nada mengacu kepada tinggi nada tertinggi dalam sebuah kata. Tinggi nada akhir mengacu kepada tinggi nada pada titik akhir sebuah kata. Tinggi nada awal berkisar 130 – 180 Hz, puncak tinggi nada akhir 90 – 110 Hz.
                    2 3  2
Contoh   { s i a p a }  ” nada bertanya ”

3)      Tekanan
Tekanan kata dalam bahasa Madura boleh disebut ‘tonotemporal’ artinya bahwa tekanan itu merupakan sejenis kemenonjolan yang lebih banyak ditandai oleh tinggi nada (bersifat tonal) dan oleh rentang waktu tempat suku kata bertekanan diucapkan (bersifat temporal) daripada oleh intensitas (Halim, 1984:38). Walaupun demikian, nada tertinggi tidak mesti muncul pada suku kata yang memiliki rentang waktu (jangka) terpanjang. Demikian juga, tidak seharusnya nada tinggi muncul bersamaan dengan intensitas terkuat.
         Secara umum, tekanan dalam suatu bahasa dibedakan  ke dalam empat macam tekanan: keras, agak keras, sedang, dan lembut. Secara fonetis keempatnya dilambangkan dengan tanda diakritik yang diletakkan di atas bagian suku kata yang mendapatkan tekanan, tanda-tanda tersebut meliputi:
/..´.. /             tekanan keras
/..^../             tekanan agak keras
/...̀.../             tekanan sedang
/..ˇ../              tekanan lembut
Contoh: { pergi !}, { mengapa nak ? }
4)      Jeda atau Persendian
Sebagai ciri suprasegmental, jeda (sendi) mengacu kepada peralihan dari satu bunyi segmental ke bunyi segmental yang lain atau dari bunyi segmental ke kesenyapan. Baik di dalam kata maupun yang mengakhiri kata. Jeda yang ada di dalam kata disebut jeda tutup (close juncture), sedangkan jeda yang mengakhiri kata disebut jeda buka (open juncture) atau jeda plus. Jadi, jeda lebih cenderung menunjukkan kepada perhentian sejenak.
Menurut tempatnya jeda dapat dibedakan menjadi empat (Samsuri, 1970:15-16).
a)      Jeda antar suku kata dalam kata ditandai dengan [+]
b)      Jeda antar kata dalam frasa ditandai dengan [ / ].
c)      Jeda antar frasa dalam klausa ditandai dengan [ / / ].
d)     Jeda antar kalimat dalam wacana ditandai dengan [ # ].
Contoh: Mahasiswa baru / datang.
              Mahasiswa / baru datang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar