Bunyi suprasegmental ialah bunyi-bunyi yang menyertai bunyi segmental,
seperti juga bunyi segmental. Bunyi-bunyi suprasegmental dapat diklasifikasikan
menurut ciri-cirinya waktu diucapkan. Ciri-ciri bunyi suprasegmental waktu
diucapkan itu disebut ciri-ciri prosodi (prosodic festures) ( Bloch
& George, 1942:34; Samsuri, 1970:6-7) dan dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
1)
Panjang atau Kuantitas
Panjang menyangkut lamanya bunyi
diucapkan. Suatu bunyi segmental yang waktu diucapkan alat-alat ucap
dipertahankan cukup lama, pastilah disertai bunyi suprasegmental dengan ciri
prosodi yang panjang. Jika alat ucap dalam membentuk bunyi segmental itu tidak
dipertahankan cukup lama hanya sebentar, maka bunyi suprasegmental penyertanya
ialah dengan ciri prodi pendek.
Adapun tanda untuk panjang ialah
dengan [….:] (tanda titik dua di sebelah kanan bunyi segmental) , tanda
untuk panjang itu disebut mora, seperti yang lazim dipakai dalam bahasa jepang
(Samsuri, 1978:122).
2)
Nada (Picth)
Sebagai unsur suprasegmental,
nada membicarakan tinggi rendahnya bunyi ujaran. Nada ini lebih erat
hubungannya dengan tekanan daripada dengan kuantitas. Tanda fonetis untuk
menyatakan nada lazimnya berupa angka 1-4. Angka tersebut diletakkan di atas
bunyi segmental.
Dalam sebuah mikrosegmen (kata), tinggi nada
biasanya dibedakan ke dalam tinggi nada awal, puncak tinggi nada, dan tinggi
nada akhir. Tinggi nada awal mengacu kepada tinggi nada yang terjadi pada awal
sebuah kata. Puncak tinggi nada mengacu kepada tinggi nada tertinggi dalam
sebuah kata. Tinggi nada akhir mengacu kepada tinggi nada pada titik akhir
sebuah kata. Tinggi nada awal berkisar 130 – 180 Hz, puncak tinggi nada akhir
90 – 110 Hz.
2 3 2
Contoh { s i a p a } ” nada
bertanya ”
3)
Tekanan
Tekanan kata dalam bahasa Madura boleh disebut ‘tonotemporal’ artinya bahwa
tekanan itu merupakan sejenis kemenonjolan yang lebih banyak ditandai oleh
tinggi nada (bersifat tonal) dan oleh rentang waktu tempat suku kata bertekanan
diucapkan (bersifat temporal) daripada oleh intensitas (Halim, 1984:38).
Walaupun demikian, nada tertinggi tidak mesti muncul pada suku kata yang
memiliki rentang waktu (jangka) terpanjang. Demikian juga, tidak seharusnya
nada tinggi muncul bersamaan dengan intensitas terkuat.
Secara umum, tekanan dalam suatu bahasa dibedakan ke dalam empat macam
tekanan: keras, agak keras, sedang, dan lembut. Secara fonetis keempatnya
dilambangkan dengan tanda diakritik yang diletakkan di atas bagian suku kata
yang mendapatkan tekanan, tanda-tanda tersebut meliputi:
/..´.. /
tekanan
keras
/..^../
tekanan agak keras
/...̀.../
tekanan sedang
/..ˇ../
tekanan lembut
Contoh: { pergi !},
{ mengapa nak ? }
4)
Jeda atau Persendian
Sebagai ciri suprasegmental, jeda
(sendi) mengacu kepada peralihan dari satu bunyi segmental ke bunyi segmental
yang lain atau dari bunyi segmental ke kesenyapan. Baik di dalam kata maupun
yang mengakhiri kata. Jeda yang ada di dalam kata disebut jeda tutup (close juncture), sedangkan jeda yang
mengakhiri kata disebut jeda buka (open
juncture) atau jeda plus. Jadi, jeda lebih cenderung menunjukkan kepada
perhentian sejenak.
Menurut tempatnya jeda dapat
dibedakan menjadi empat (Samsuri, 1970:15-16).
a) Jeda antar suku kata dalam kata ditandai
dengan [+]
b) Jeda antar kata dalam frasa ditandai
dengan [ / ].
c) Jeda antar frasa dalam klausa ditandai
dengan [ / / ].
d) Jeda antar kalimat dalam wacana ditandai dengan
[ # ].
Contoh: Mahasiswa baru / datang.
Mahasiswa / baru datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar