Dalam kajian fonemik, istilah fonem juga dibicarakan. Bahwa fonem merupakan
bunyi bahasa terkecil yang dapat atau berfungsi membedakan arti. Telaah
tentang fonem inilah yang dikatakan fonemik.
Telaah bunyi bahasa yang dikaitkan dengan fungsinya sebagai pembeda arti ini
baru berkembang pada permulaan abad ke duapuluh. Seorang Polandia, Kurszweski
dianggap sebagai pelopornya. Namun, dia sendiri tidak mengembangkan idenya. Ide
Kurszweski yang meletakkan dasar-dasar fungsi sebuah bunyi bahasa,
kemudian dikembangkan oleh Bandouin de Caurtanay, Daniel Jones, dan Edward
Sapir. Hal ini lebih ditegaskan lagi dalam kongres linguistik di Den Hag
(Belanda) tahun 1928, yang menyarankan agar setiap analisis bahasa harus
membedakan bunyi-bunyi bahasa yang berfungsi (fonem) dan bunyi-bunyi bahasa yang
tak berfungsi (fona). Fonemik menggunakan materi yang diambil dari hasil
penelitian fonetik. Namun, tidak seluruh materi fonetik menarik perhatian
fonemik. Karena itulah fonemik mengadakan pemilihan materi, yaitu hanya
bunyi-bunyi bahasa yang mampu membedakan arti serta variasi-variasinya yang
muncul dalam ucapan.
Karena bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat bicara kita itu banyak ragamnya,
bunyi-bunyi itu dikelompok-kelompokkan ke dalam unit-unit yang disebut fonem.
Fonem inilah yang dijadikan objek penelitian fonemik. Jadi, tidak seluruh
bunyi bahasa yang bisa dihasilkan oleh alat bicara dipelajari oleh fonemik.
Bunyi-bunyi bahasa yang fungsional yang menjadi kajian fonemik. Dalam hal ini
L. Bloomfield (1964:78) menuliskan “the
study of significant speech sound is phonology or practical phonetics”.
Berdasarkan kenyataan-kenyataan di atas, fonemik mengambil sikap yang
sesuai dengan harapan penelitian linguistik. Jika pembedaan bunyi bahasa
(ucapan) hanya didasarkan pada sikap dan posisi alat bicara yang relatif banyak
jumlahnya, tak akan mudah bunyi bahasa itu ditentukan jumlahnya secara pasti. Fonem /k/ pada kata “paku” dan /k/ pada kata “maki” tidak dihasilkan pada
posisi artikulasi yang sama. Bunyi /k/ pada kata “paku” terpengaruh oleh vokal
/u/ yang tergolong vokal belakang, sehingga /k/ tertarik ke belakang menjadi
velar belakang, sedangkan vokal /i/ yang mempengaruhi /k/ pada kata “maki”
tergolong vokal depan, yang mengakibatkan /k/ pada “maki” tertarik ke depan
(disebut velar depan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar