Selasa, 29 Desember 2015

Tinjauan Fonemik



            Dalam kajian fonemik, istilah fonem juga dibicarakan. Bahwa fonem merupakan bunyi bahasa  terkecil yang dapat atau berfungsi membedakan arti. Telaah tentang fonem inilah yang dikatakan fonemik.
            Telaah bunyi bahasa yang dikaitkan dengan fungsinya sebagai pembeda arti ini baru berkembang pada permulaan abad ke duapuluh. Seorang Polandia, Kurszweski dianggap sebagai pelopornya. Namun, dia sendiri tidak mengembangkan idenya. Ide Kurszweski yang meletakkan  dasar-dasar fungsi sebuah bunyi bahasa, kemudian dikembangkan oleh Bandouin de Caurtanay, Daniel Jones, dan Edward Sapir. Hal ini lebih ditegaskan lagi dalam kongres linguistik di Den Hag (Belanda) tahun 1928, yang menyarankan agar setiap analisis bahasa harus membedakan bunyi-bunyi bahasa yang berfungsi (fonem) dan bunyi-bunyi bahasa yang tak berfungsi (fona). Fonemik menggunakan materi yang diambil dari hasil penelitian fonetik. Namun, tidak seluruh materi fonetik menarik perhatian fonemik. Karena itulah fonemik mengadakan pemilihan materi, yaitu hanya bunyi-bunyi bahasa yang mampu membedakan arti serta variasi-variasinya yang muncul dalam ucapan.
            Karena bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat bicara kita itu banyak ragamnya, bunyi-bunyi itu dikelompok-kelompokkan ke dalam unit-unit yang disebut fonem. Fonem inilah yang dijadikan  objek penelitian fonemik. Jadi, tidak seluruh bunyi bahasa yang bisa dihasilkan oleh alat bicara dipelajari oleh fonemik. Bunyi-bunyi bahasa yang fungsional yang menjadi kajian fonemik. Dalam hal ini L. Bloomfield (1964:78) menuliskan “the study of significant speech sound is phonology or practical phonetics”.
            Berdasarkan kenyataan-kenyataan di atas, fonemik mengambil sikap  yang sesuai dengan harapan penelitian linguistik. Jika pembedaan bunyi bahasa (ucapan) hanya didasarkan pada sikap dan posisi alat bicara yang relatif banyak jumlahnya, tak akan mudah bunyi bahasa itu ditentukan jumlahnya secara pasti. Fonem /k/ pada kata “paku” dan /k/ pada kata “maki” tidak dihasilkan pada posisi artikulasi yang sama. Bunyi /k/ pada kata “paku” terpengaruh oleh vokal /u/ yang tergolong vokal belakang, sehingga /k/ tertarik ke belakang menjadi velar belakang, sedangkan vokal /i/ yang mempengaruhi /k/ pada kata “maki” tergolong vokal depan, yang mengakibatkan /k/ pada “maki” tertarik ke depan (disebut velar depan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar