Selasa, 29 Desember 2015

Pengaruh Bunyi, Transkripsi dan Transliterasi



A.    Pengaruh-mempengaruhi Bunyi
Dalam hal pengaruh-mempengaruhi bunyi dapat ditijau dari dua segi, yaitu akibat dari pengaruh- mempengaruhi bunyi itu dan tempat artikulasi yang manakah yang mempengaruhi.Akibat dari pengaruh-mempengaruhibunyi disebut proses asimilasi. Sedangkan tempat artikulasi yang mana yang mempengaruhi disebut artikulasi penyerta (ko-artikulasi sekunder).
1) Proses Asimilasi                                                                
Proses asimilasi di sini terbatas pada asimilasi fonetis saja, yaitu pengaruh-mempengaruhi bunyi tanpa mengubah identitas fonem. Menurut arahnya, asimilasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a.      Asimilasi progresif
Asimilasi progresif terjadi bila arah pengaruh bunyi itu ke depan. Seperti perubahan bunyi [t] yang biasanya dalam bahasa Indonesia dan Jawa diucapkan secara apiko-dental, tetapi dalam kata stasiun, letup [t] itu diucapkan secara lamino-alveolar. Perubahan letup apiko-dental [t] menjadi letup lamino-alveolar [t], karena pengaruh secara progresif dari bunyi geseran lamino-alveolar [s].
b.      Asimilasi regresif
Asimilasi regresif terjadi bila arah pengaruh bunyi itu ke belakang. Seperti perubahan bunyi [n] yang biasanya dalam bahasa Indonesia dan Jawa diucapkan secara apiko-alveolar, tetapi dalam kata pandan, nasal sebelum [ḍ] itu diucapkan secara apiko-palatal. Perubahan nasal ] karena pengaruh secara*apiko-alveolar [n] menjadi nasal apiko-palatal [n regresif dari bunyi letup palatal [ḍ]. Dengan demikian tulisan fonetis untuk pandan dalam bahasa Indonesia ialah [panḍan] dan dalam bahasa Jawa ialah [pandhan].
2) Artikulasi Penyerta
Bunyi [k] dalam kata kucing (dalam bahasa Indonesia /Jawa) dengan [k] dalam kata kijang (bahasa Indonesia) atau kidang (bahasa Jawa) berbeda; walaupun menurut biasanya atau menurut artikulasi primernya sama, yaitu merupakan bunyi dorso-velar yang dibentuk dengan artikulasi pangkal lidah dan langit-langit lunak. Perbedaan itu disebabkan oleh adanya artikulasi penyerta (ko-artikulasi atau artikulasi sekunder) bunyi vokal yang langsung mengikutinya (cf. Bloch & George, 1942:29; Samsuri, 1978:119).

Berdasarkan tempat artikulasinya, maka proses pengaruh bunyi karena artikulasi penyerta dapat dibagi menjadi:
1)      Labialisasi
Labialisasi adalah pembulatan bibir pada artikulasi primer, sehingga terdengar bunyi [w] pada bunyi utama tersebut. Kecuali bunyi labial dapat disertai labialisasi. Bunyi [t] dalam kata tujuan (dalam bahasa Indonesia atau Jawa Misalnya, terdengar sebagai [w] [tw]  dilabialisasi).

2)      Retrofleksi
Retrofleksi adalah penarikan ujung lidah ke belakang pada artikulasi primer, sehingga terdengar bunyi [r] pada bunyi utamanya. Kecuali apikal, bunyi dapat disertai retrofleksi. Misalnya [k] diretrofleksi dalam kata kerdus.

3)      Palatalisasi
Palatalisasi adalah pengangkatan daun lidah ke arah langit-langit keras pada artikulasi primer. Kecuali bunyi palatal dapat disertai  palatalisasi. Bunyi [p] dalam kata piara (bahasa Indonesia/Jawa) misalnya, terdengar sebagai [py] [p] dipalatalisasi.
4)      velarisasi
Velarisasi adalah pengangkatan pangkal lidah ke arah langit-langit lunak pada aretikulasi primer. Selain bunyi velar bunyi-bunyi dapat divelarisasi. Bunyi [m] dalam kata makhluk (bahasa Indonesia) misalnya, terdengar sebagai [mx] [m] divelarisasi.
5)      Glotalisasi
Glotalisasi adalah proses penyerta hambatan pada (glotis tertutup rapat) sewaktu artikulasi primer diucapkan. Selain bunyi glotal dapat disertai glotalisasi. Vokal pada awal kata dalam bahasa Indonesia dan Jawa sering diglotalisasikan. Misalnya, dalam bahasa Indonesia kata akan diucapkan [?akan] dan [?obat].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar