A. Pengaruh-mempengaruhi
Bunyi
Dalam hal pengaruh-mempengaruhi bunyi dapat ditijau dari dua segi, yaitu
akibat dari pengaruh- mempengaruhi bunyi itu dan tempat artikulasi yang manakah
yang mempengaruhi.Akibat dari pengaruh-mempengaruhibunyi disebut proses asimilasi.
Sedangkan tempat artikulasi yang mana yang mempengaruhi disebut artikulasi
penyerta (ko-artikulasi sekunder).
1) Proses
Asimilasi
Proses asimilasi di sini terbatas pada asimilasi fonetis saja, yaitu
pengaruh-mempengaruhi bunyi tanpa mengubah identitas fonem. Menurut arahnya,
asimilasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Asimilasi progresif
Asimilasi progresif terjadi bila arah pengaruh bunyi itu ke depan. Seperti
perubahan bunyi [t] yang biasanya dalam bahasa Indonesia dan Jawa diucapkan
secara apiko-dental, tetapi dalam kata stasiun, letup [t] itu
diucapkan secara lamino-alveolar. Perubahan letup apiko-dental [t] menjadi
letup lamino-alveolar [t], karena pengaruh secara progresif dari bunyi geseran
lamino-alveolar [s].
b. Asimilasi regresif
Asimilasi regresif terjadi bila arah pengaruh bunyi itu ke belakang.
Seperti perubahan bunyi [n] yang biasanya dalam bahasa Indonesia dan Jawa
diucapkan secara apiko-alveolar, tetapi dalam kata pandan, nasal
sebelum [ḍ] itu diucapkan secara apiko-palatal. Perubahan nasal ] karena
pengaruh secara*apiko-alveolar
[n] menjadi nasal apiko-palatal [n regresif dari bunyi letup palatal [ḍ].
Dengan demikian tulisan fonetis untuk pandan dalam bahasa Indonesia
ialah [panḍan] dan dalam bahasa Jawa ialah [pandhan].
2) Artikulasi Penyerta
Bunyi [k] dalam kata kucing (dalam bahasa Indonesia /Jawa)
dengan [k] dalam kata kijang (bahasa Indonesia) atau kidang
(bahasa Jawa) berbeda; walaupun menurut biasanya atau menurut artikulasi
primernya sama, yaitu merupakan bunyi dorso-velar yang dibentuk dengan
artikulasi pangkal lidah dan langit-langit lunak. Perbedaan itu disebabkan oleh
adanya artikulasi penyerta (ko-artikulasi atau artikulasi sekunder) bunyi vokal
yang langsung mengikutinya (cf. Bloch & George, 1942:29; Samsuri,
1978:119).
Berdasarkan tempat artikulasinya, maka proses pengaruh bunyi karena
artikulasi penyerta dapat dibagi menjadi:
1) Labialisasi
Labialisasi adalah pembulatan bibir pada artikulasi primer, sehingga
terdengar bunyi [w] pada bunyi utama tersebut. Kecuali bunyi labial dapat
disertai labialisasi. Bunyi [t] dalam kata tujuan (dalam bahasa
Indonesia atau Jawa Misalnya, terdengar sebagai [w] [tw] dilabialisasi).
2) Retrofleksi
Retrofleksi adalah penarikan ujung lidah ke belakang pada artikulasi
primer, sehingga terdengar bunyi [r] pada bunyi utamanya. Kecuali apikal, bunyi
dapat disertai retrofleksi. Misalnya [k] diretrofleksi dalam kata kerdus.
3) Palatalisasi
Palatalisasi adalah pengangkatan daun lidah ke arah langit-langit keras
pada artikulasi primer. Kecuali bunyi palatal dapat disertai
palatalisasi. Bunyi [p] dalam kata piara (bahasa Indonesia/Jawa)
misalnya, terdengar sebagai [py] [p] dipalatalisasi.
4) velarisasi
Velarisasi adalah pengangkatan pangkal lidah ke arah langit-langit lunak
pada aretikulasi primer. Selain bunyi velar bunyi-bunyi dapat divelarisasi.
Bunyi [m] dalam kata makhluk (bahasa Indonesia) misalnya,
terdengar sebagai [mx] [m] divelarisasi.
5)
Glotalisasi
Glotalisasi adalah proses penyerta hambatan pada (glotis tertutup rapat)
sewaktu artikulasi primer diucapkan. Selain bunyi glotal dapat disertai
glotalisasi. Vokal pada awal kata dalam bahasa Indonesia dan Jawa sering
diglotalisasikan. Misalnya, dalam bahasa Indonesia kata akan diucapkan [?akan]
dan [?obat].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar