Selasa, 29 Desember 2015

Unsur-unsur Segmental



1) Klasifikasi Vokal
            Bunyi vokal biasanya diklasifikasikan dan diberi nama berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut. Posisi lidah bisa bersifat vertikal dan horizontal. Secara vertikal dibedakan adanya vokal tinggi, misalnya bunyi [ i ]  dan [ u ]; vokal tengah, misalnya [ e ] dan [ ә ]; dan vokal rendah, misalnya, bunyi [ a ]. Secara horizontal dibedakan adanya vokal depan, misalnya [   ] dan [e]; vokal pusat , misalnya; bunyi [ ә ] ; dan vokal belakang, misalnya; bunyi [u] dan [o].
            Berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut vokal dibedakan sebagai berikut;
[ i ] adalah vokal depan tinggi tak bundar
[ e ] adalah vokal depan tengah tak bundar
[ ә ] adalah vokal pusat tengah tak bundar
[ o ] adalah vokal belakang tengah bundar
[ a ] adalah vokal pusat rendah tak bundar

2) Klasifikasi  Diftong atau Vokal Rangkap
            Disebut diftong atau vokal rangkap karena posisi lidah ketika memproduksi bunyi ini pada bagian awalnya dan bagian akhirnya tidak sama. Ketidaksamaan itu menyangkut tinggi rendahnya lidah, bagian lidah yang bergerak, serta strikturnya,. Namun, yang dihasilkan bukan dua buah bunyi, melainkan hanya sebuah bunyi karena berada dalam satu silabel. Contoh diftong dalam bahasa Indonesia adalah [ au ] seperti terdapat pada kata kerbau dan harimau. Contoh lain bunyi [ ai ] seperti terdapat pada kata sungai dan landai, Contoh lain bunyi [ oi ] seperti pada kata amboi dan sepoi. Apabila ada dua buah vokal berturutan, namun yang pertama terletak pada suku kata yang berlainan sari yang kedua, maka di situ tidak ada diftong. Jadi, vokal [ au ] dan [ ai ] pada kata bau dan lain bukan diftong.
            Mengapa disebut diftong naik dan diftong turun?
Disebut diftong naik karena adanya bunyi pertama posisinya lebih rendah dari posisi bunyi yang kedua; sebaliknya disebut diftong turun karena posisi bunyi pertama lebih tinggi dari posisi bunyi kedua, dalam bahasa Indonesia hanya ada diftong naik, sedangkan dalam bahasa Inggris ada diftong naik dan turun. Mengenai jenis diftong tersebut, ada konsep yang berlainan. Diftong naik atau diftong turun bukan ditentukan berdasarkan posisi lidah melainkan didasarkan atas kenyaringan (sonoritas) bunyi itu. Kalau sonoritasnya terletak di muka atau pada unsur yang pertama . Maka dinamakan diftong turun; kalau sonoritasnya terletak  pada unsur kedua maka namanya diftong naik. Umpamanya, bunyi [ ai ] pada kata landai, sonoritasnya terletak pada unsur pertama, sedangkan pada kata Prancis moi yang dilafakan [mwa] sonoritasnya terletak pada unsur kedua. Jadi, pada kata itu terda[at diftong naik (Parera, 1983).

3) Klasifikasi Konsonan
          Berdasarkan tempat artikulasinya kita mengenal konsonan sebagai berikut:
·         Bilabial, yaitu konsonan yang terjadi pada kedua belah bibir, bibir bawah merapat pada bibir atas. Yang termasuk konsonan bilabial ini adalah [ p ], [ m ], dan [ b ]. Dalam hal ini perlu diperhatikan bunyi [ p ] dan [ b ] adalah bunyi oral, yaitu yang dikeluarkan melalui rongga mulut, sedangkan [ m ] adalah bunyi nasal yang dikeluarkan melalui rongga hidung.
·         Labiodental, yaitu konsonan yang terjadi pada gigi bawah dan bibir atas; gigi bawah merapat pada bibir atas. Yang termasuk konsonan labiodental adalah bunyi [ f ] dan [ v ].
·         Laminoalveolar, yaitu konsonan yang terjadi pada daun lidah dan gusi; dalam hal ini, daun lidah menempel pada gusi. Yang termasuk konsonan ini adalah bunyi [ t ] dan [ d ].
·         Dorsovelar, yakni konsonan yang terjadi pada pangkal lidah dan velum atau langit-langit lunak. Yang termasuk konsonan ini adalah bunyi [ k ] dan [ g ].
Berdasarkan cara artikuasinya, artinya bagaimana gangguan  atau hambatan yang dilakukan terhadap arus udara itu, pembagian konsonan sebagai berikut:
1.      Hambai (letupan, plosif, stop) di sini artikulasi menutup penuh aliran udara, sehingga udara mampat di belakang  tempat penutupan itu. Kemudian penutupan itu dibuka secara tiba-tiba, sehingga menyebabkan terjadinya letupan.  Yang termasuk konsonan ini adalah [ p, b, t, d, k, g ].
2.      Geseran atau frikatif. Di sini artikulasi aktif mendekati artikulator pasif, membentuk celah sempit, sehingga udara yang lewat  mendapat gangguan pada celah itu. Misalnya bunyi [ f, s, dan z ].
3.      Paduan atau frikatif. Di sini artikulator aktif menghambat sepenuhnya aliran udara, lalu membentuk celah sempit dengan artikulator pasif. Cara ini merupakan gabungan antara  hambatan dan frikatif. Misalnya bunyi [ c ] dan [ j ].
4.      Sengauan atau nasal. Di sini artikulator menghambat sepenuhnya  aliran udara melalui mulut, tetapi membiarkannya keluar melalui rongga hidung dengan bebas. Misalnya bunyi    [ m ], [ n ], dan [ ŋ ].
5.      Geseran atau trill. Di sini artikulator aktif melakukan kontak beruntun dengan artikulator pasif, sehingga getaran bunyi itu terjadi berulang-ulang. Misalnya konsonan [ r ].
6.      Sampingan atau lateral. Di sini artikulator aktif menghambat aliran udara pada bagian tengah mulut; lalu membiarkan udara keluar melalui samping lidah. Contohnya konsonan [l].
7.      Hampiran atau aproksiman. Di sini artikulator aktif dan pasif membentuk ruang yang mendekati posisi terbuka seperti  dalam pembentukan vokal, tetapi tidak cukup seperti untuk menghasilkan konsonan geseran. Oleh karena itu, bunyi yang dihasilkan sering juga disebut semi vokal. Misalnya konsonan [ w ], [ y ].

1 komentar: